Partai Persatuan
Pembagunan (PPP) didirikan tanggal 5 Januari 1973, sebagai hasil fusi
politik empat partai Islam, yaitu Partai Nadhlatul Ulama, Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII),
dan Partai Islam Perti. Fusi ini menjadi simbol kekuatan PPP, yaitu
partai yang mampu mempersatukan berbagai faksi dan kelompok dalam Islam.
Untuk itulah wajar jika PPP kini memproklamirkan diri sebagai “Rumah
Besar Umat Islam.”
PPP didirikan oleh lima
deklarator yang merupakan pimpinan empat Partai Islam peserta Pemilu
1971 dan seorang ketua kelompok persatuan pembangunan, semacam fraksi
empat partai Islam di DPR. Para deklarator itu adalah;
* KH Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhlatul Ulama;
* H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH, Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi);
* Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII;
* Haji Rusli Halil, Ketua Umum Partai Islam Perti; dan
* Haji Mayskur, Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR.
* KH Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhlatul Ulama;
* H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH, Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi);
* Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII;
* Haji Rusli Halil, Ketua Umum Partai Islam Perti; dan
* Haji Mayskur, Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR.
Ketua Umum DPP PPP
yang pertama adalah H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH yang menjabat
sejak tanggal 5 Januari 1973 sampai tahun 1978. Selain jabatan Ketua
Umum pada awal berdirinya PPP juga mengenal presidium partai yang
terdiri dari KH.Idham Chalid sebagai Presiden Partai, H.Mohammad Syafaat
Mintaredja, SH, Drs.H.Th.M.Gobel, Haji Rusli Halil dan Haji Masykur,
masing-masing sebagai Wakil Presiden.
Ketua Umum DPP PPP yang
kedua adalah H. Jailani Naro, SH. Dia menjabat dua periode. Pertama
tahun 1978 ketika H.Mohammad Syafaat Mintaredja mengundurkan diri sampai
diselenggarakannya Muktamar I PPP tahun 1984. Dalam Muktamar I itu Naro
terpilih lagi menjadi Ketua Umum DPP PPP.
Ketua Umum DPP PPP yang ketiga adalah H. Ismail Hasan Metareum, SH, yang menjabat sejak terpilih dalam Muktamar II PPP tahun 1989 dan kemudian terpilih kembali dalam Muktamar III tahun 1994.
Ketua Umum DPP PPP yang keempat adalah H. Hamzah Haz yang terpilih dalam Muktamar IV tahun 1998 dan kemudian terpilih kembali dalam Muktamar V tahun 2003. Hasil Muktamar V tahun 2003 juga menetapkan jabatan Wakil Ketua Umum Pimpinan Harian Pusat DPP PPP, yang dipercayakan muktamar kepada mantan Sekjen DPP PPP, H. Alimawarwan Hanan,SH.
Ketua Umum DPP PPP yang kelima adalah H. Suryadharma Ali yang terpilih dalam Muktamar VI tahun 2007 dengan Sekretaris Jenderal H. Irgan Chairul Mahfiz sedangkan Wakil Ketua Umum dipercayakan oleh muktamar kepada Drs. HA. Chozin Chumaidy. H. Suryadharma Ali kemudian terpilih kembali menjadi Ketua Umum untuk Masa Bakti 2011-2015 melalui Muktamar VII PPP 2011 di Bandung.
Ketua Umum DPP PPP yang ketiga adalah H. Ismail Hasan Metareum, SH, yang menjabat sejak terpilih dalam Muktamar II PPP tahun 1989 dan kemudian terpilih kembali dalam Muktamar III tahun 1994.
Ketua Umum DPP PPP yang keempat adalah H. Hamzah Haz yang terpilih dalam Muktamar IV tahun 1998 dan kemudian terpilih kembali dalam Muktamar V tahun 2003. Hasil Muktamar V tahun 2003 juga menetapkan jabatan Wakil Ketua Umum Pimpinan Harian Pusat DPP PPP, yang dipercayakan muktamar kepada mantan Sekjen DPP PPP, H. Alimawarwan Hanan,SH.
Ketua Umum DPP PPP yang kelima adalah H. Suryadharma Ali yang terpilih dalam Muktamar VI tahun 2007 dengan Sekretaris Jenderal H. Irgan Chairul Mahfiz sedangkan Wakil Ketua Umum dipercayakan oleh muktamar kepada Drs. HA. Chozin Chumaidy. H. Suryadharma Ali kemudian terpilih kembali menjadi Ketua Umum untuk Masa Bakti 2011-2015 melalui Muktamar VII PPP 2011 di Bandung.
PPP
sudah mengikuti sebanyak enam kali sejak tahun 1977 sampai pemilu
dipercepat tahun 1999 dengan hasil yang fluktuatif, turun naik.
2.Pada Pemilu 1982 PPP meraih 20.871.800 suara atau 27,78 persen. Dari perolehan kursi, PPP mendapatkan 94 kursi atau 26,11 persen dari 364 kursi yang diperebutkan.
3.Pada Pemilu 1987 PPP meraih 13.701.428 suara arau 15,97 persen. Sedangkan dari perolehan kursi, PPP meraih 61 kursi atau 15,25 persen dari 400 kursi yang diperebutkan.
4.Pada Pemilu 1992 PPP meraih 16.624.647 suara atau 14,59 persen. Dari sisi perolehan kursi PPP meraih 62 kursi atau 15,50 persen dari 400 kursi yang diperebutkan.
5.Pada Pemilu 1997 PPP meraih 25.340.018 suara. Sedangkan dari sisi perolehan kursi, PPP meraih 89 kursi atau 20,94 persen dari 425 kursi yang diperebutkan.
6.Pada Pemilu 1999 PPP meraih 11.329.905 suara atau 10,71 persen. Dari sisi perolehan kursi, PPP meraih 58 kursi atau 12,55 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.
7.Pada Pemilu 2004 PPP meraih 9.248.764 atau 8,14 persen. Dari sisi perolehan kursi, PPP tetap meraih 58 kursi atau 10,54 persen dari 550 kursi yang diperebutkan.
8.Pada Pemilu 2009 PPP meraih 5,5 juta suara atau 32 persen. Dari sisi perolehan kursi, PPP memperoleh 38 kursi dari 550 kursi yang diperebutkan.
PPP
tidak boleh hanya terpaku pada “kader jenggot” yaitu kader yang hanya
terpampang namanya sebagai pengurus PPP, namun dalam praktiknya tidak
pernah memberikan sumbangsih kepada PPP. Lebih baik mencalonkan aktivis
organisasi Islam sebagai pejabat publik yang telah memberikan sumbangsih
kepada organisasi Islamnya daripada mencalonkman kader PPP tidak jelas
modal sosial dan sumbangsihnya kepada Islam dan umat Islam. Al-Qur’an
menyatakan: khairun nas, anfa’uhum lin nas. Kalau diterjemahkan
dalam konteks pencalonan, sebaik-baiknya orang yang berhak dicalonkan
sebagai pejabat publik oleh PPP adalah orang yang memberikan sumbangsih
besar kepada umat Islam, baik melalui PPP atau melalui organisasi Islam
lainnya.
Dengan
modal sejarah itu seharusnya pengurus PPP di berbagai tingkatan dapat
menghimpun dan merangkul seluruh potensi dan kekuatan umat Islam
Indonesia dalam rangka menegakkan perjuangan para pahlawan yaitu
menciptakan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (Negara yang
adil makmur).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar